Sikap tak berperikemanusiaan yang ditunjukkan pemerintah Australia yang mengusir para pencari suaka asal Somalia dan Sudan dinilai bakal membuatnya dikucilkan dari negara-negara sekitar.
Penilaian ini dilontarkan anggota Komisi I DPR RI, Mardani Ali Sera. Menurutnya, sikap unilateral pemerintah Australia dalam menangani imigran pencari suaka bisa menjadi bumerang.
Mardani Ali Sera mengatakan bahwa sikap yang unilateral ini membuat Australia nanti makin dikucilkan oleh negara sekitar.
Menurut politisi PKS ini, dulu sebelum muncul kasus penyadapan, Australia bisa bekerja sama dengan Indonesia. Namun pasca skandal spionase itu, dalam penanganan pencari suaka, pemerintah Australia langsung mengarahkan ke Indonesia. “Artinya, mereka tidak ingin bertanggung jawab terhadap para pengungsi,” tandas Mardani Ali Sera.
Meski begitu, Mardani Ali Sera meminta pemerintah Indonesia untuk tetap mengedepankan sisi humanisme pada pencari suaka serta tetap tegas atas tindakan pemerintah Australia. “Sisi kemanusiaan terhadap pengungsi tapi tegas kepada Australia,” usulnya.
Mardani Ali Sera mengusulkan agar pemerintah Indonesia menampung para pencari suaka itu untuk sementara waktu. Pemerintah Indonesia juga diminta memberi kebebasan pada para pencari suaka untuk menentukan sikap apakah akan kembali ke negaranya masing-masing atau menuju Australia.
“Kalau ternyata para imigran ingin kembali ke Australia maka itu hak mereka,” ungkap Mardani Ali Sera.
Sebelumnya, patroli Angkatan Laut Australia mencegah sebuah perahu pencari suaka memasuki perairan negara itu dan memaksanya kembali ke wilayah perairan Indonesia.
Hal ini diketahui terjadi sebelum musim liburan Natal, tetapi baru dilaporkan dalam media di Indonesia saat ini. Sumber informasinya mengutip Twitter dari aktivis pembela pencari suaka.
Sebanyak 47 orang pencari suaka ditangkap polisi di Pulau Rote, NTT, bulan lalu. Kepala kepolisian setempat, Hidayat, menjelaskan, para pencari suaka itu mencoba memasuki perairan Australia di Kepulauan Ashmore, tetapi dicegah patroli Australia dan dipaksa kembali ke perairan Indonesia.
Hidayat mengatakan, pencari suaka yang umumnya berasal dari Sudan dan Somalia ini berangkat dari Sulawesi Selatan pada 8 Desember lalu. Mereka terdeteksi patroli Australia pada 13 Desember dan dipaksa kembali ke wilayah Indonesia.
Beberapa hari kemudian, tepatnya 19 Desember, perahu mereka ditemukan sudah kandas di sekitar Pulau Rote karena kehabisan bahan bakar. Saat itulah patroli Indonesia menjemput mereka.
Pemerintah Australia menolak berkomentar atas informasi ini dengan alasan keamanan operasi. Namun, Partai Buruh yang beroposisi dan juga Partai Hijau mendesak pemerintah terbuka atas masalah ini.
Senator Sarah Hanson-Young dari Partai Hijau mengatakan, kejadian ini sangat serius dan harus diklarifikasi oleh Menteri Imigrasi Scott Morrison.
“Situasinya adalah, ada sebuah perahu yang dicegah dan dipaksa kembali oleh petugas Australia dan akibatnya perahu tersebut kandas. Penumpangnya bisa tenggelam,” katanya.
Pemerintah Australia sebelumnya menyatakan akan mencegah dan memaksa kembali setiap perahu yang masuk ke wilayah perairan negara itu, “jika kondisinya aman dan memungkinkan”, sebagai bagian dari kebijakan pencari suaka.
Di bawah Operasi Kedaulatan Perbatasan, Menteri Morrison secara rutin memberikan keterangan pers mingguan setiap hari Jumat. Morrison biasanya menolak menjelaskan teknis operasi yang dilakukan petugas Australia dengan alasan keamanan.
Menhukham Yasonna Laoly mengatakan bahwa itu hak Australia, tapi itu akan membebani kami (Indonesia).
Menurutnya, sikap Australia itu akan membuat Indonesia makin kesulitan dalam mengakomodasi kehadiran pencari suaka asal Timur Tengah dan Asia Barat yang terus bertambah.
Yasonna mengatakan bahwa kemampuan kami (untuk menahan) cuma 2.000, sekarang ada 8.000 (pengungsi dan pencari suaka) yang sulit kami akomodasi.
Pemerintah Australia mengatakan, mulai Juli tahun depan, pencari suaka yang terdaftar di Badan pengungsi PBB, UNHCR di Jakarta tidak diizinkan untuk tinggal di Australia.
Menteri Imigrasi Scott Morrison mengatakan, kebijakan ini untuk menghentikan anggapan bahwa pengungsi itu boleh ke Indonesia dan menggunakan wilayah itu sebagai transit menuju negaranya.
Australia akan tetap memproses pengungsi yang terdaftar sebelum Juli 2014, namun jumlahnya akan dibatasi, kata Scott Morrison.
'Australia harus menerima'
Badan pengungsi PBB mencatat hingga April 2014, ada sekitar 10 ribu pencari suaka dan pengungsi di Indonesia.Mereka yang mayoritas dari Timur Tengah ini menunggu untuk diproses tinggal di Australia.
Sejauh ini Australia dan Indonesia sudah menandatangani kerja sama dalam menangani persoalan pencari suaka, tetapi tidak selalu mulus.
Kedatangan ‘tidak biasa’ lewat laut ke Australia berdasarkan negara, 1998-2012*
Menkopolhukam Tedjo Edy Purdijanto meminta Australia tetap menerima para pencari suaka yang nekad meninggalkan wilayah Indonesia dan memasuki perairan Australia. "Mereka (Australia) harus menerima. Jangan seperti dulu dipulangkan ke Indonesia lagi," kata Tedjo Edy kepada BBC Indonesia, Rabu (19/11) siang.
Menurutnya, Indonesia akan terus merundingkan masalah pencari suaka dengan Australia, termasuk mencari solusi lokasi penampungan mereka di wilayah Indonesia.
"Ditempatkan di suatu pulau, seperti dulu ada Pulau Galang untuk menampung pengungsi Vietnam," kata Tedjo.
Australia sendiri telah mengeluarkan kebijakan penempatan pencari suaka ke Pulau Nauru di Pasifik atau Papua Nugini untuk pemrosesan imigrasi.
Belakangan, gelombang pencari suaka dan pengungsi dari Afghanistan, Sri Lanka, Irak dan Myanmar terus mengalir ke Indonesia dengan tujuan utama ke Australia.
Sebagian mereka yang menggunakan kapal kemudian tenggelam di perairan kedua negara.
Rute penyelundupan manusia ke Australia
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar