Selasa, 18 November 2014

Tugas : Harapan akan Kepemimpinan Jokowi




Masyarakat menaruh harapan besar pada Presiden dan Wakil Presiden Indonesia terpilih 2014-2019, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, yang akan dilantik pada 20 Oktober 2014, untuk membuat Indonesia lebih sejahtera dan lebih peduli kepada kebutuhan rakyat.

Harapan dari Masyarakat ‘Kecil’ untuk Presiden Jokowi
"Siapa saja yang menang yang penting rakyat sejahtera, terutama pengertian sama rakyat kecil," ujar pedagang asongan di Monumen Nasional (Monas), Jajuli kepada Antara, Senin (25/8).
Salah seorang pedagang lain, Desi, mengatakan Jokowi termasuk pemimpin yang merakyat karena selama menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta sering kali terlihat hadir dalam beberapa acara yang diselenggarakan untuk masyarakat. 
Seorang pengunjung Monas yang berasal dari Aceh juga memberikan harapan kepada presiden terpilih agar lebih memperhatikan pendidikan di Tanah Air. "Anak yang tidak sekolah harus lebih dibantu dan bantuan pendidikan harus dibagi secara merata, terutama di desa-desa terpencil. Di Aceh Selatan masih banyak yang harus dibantu dalam aspek pendidikan," ujar Rozah.

Sebagian masyarakat sangat berharap bahwa presiden terpilih terus memperhatikan rakyat kecil, seperti slogan Demokrasi "Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat". Ini diharapkan presiden terpilih akan menjalankan amanah yang telah diberikan oleh rakyat kepada mereka. 
"Harapannya dari kita, harus bisa membela rakyat kecil karena semuanya untuk rakyat dan jaga amanah yang sudah diberikan" ujar seorang sopir kelurahan, Mulyadi.
Sopir lainnya, Jeri, mengatakan bahwa saat ini rakyat yang memimpin karena Jokowi salah satu simbol dari rakyat jadi dia harus mempercayakan kepemimpinannya kepada orang yang cerdas tetapi amanah, sehingga tidak menyengsarakan rakyat.


INDONESIA PASTI BISA !

Pesta rakyat dan antusias publik terhadap pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) menandai tingginya ekspektasi atas kepemimpinan baru. Diperlukan kerja keras dan kerja cerdas yang kreatif agar suasana ini tidak menjadi euphoria belaka.


Di 2004, ketika SBY terpilih sebagai presiden, harapan yang tinggi tersebut akhirnya, untuk sebagian. menjadi euphoria dan luka. Agar Jokowi tak mengulang hal yang sama, maka masalah dan tantangan yang ada, musti dijawab dengan kerja keras dan cerdas oleh para menteri dan jajaran pemerinthaannya. Dengan cara demikian, Jokowi bisa membawa perubahan yang signifikan untuk membuat NKRI menjadi Indonesia yang hebat dan bermartabat.
Masalah dan tantangan ekonomi dan sosial yang akan dihadapi Indonesia akan semakin besar sehingga kita perlu memperkuat fundamental dari berbagai aspek, terutama kualitas penduduknya, baik kualitas hidupnya, kesehatan, maupun pendidikan, struktur ekonomi, kondisi infrastruktur, serta perangkat kenegaraan yang dimiliki, termasuk lembaga yudikatif, legislatif, dan eksekutif.
Para analis mencatat. terlihat tantangan yang akan dihadapi dalam jangka pendek, yaitu pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir 2015. Pada saat itu akan terjadi arus bebas untuk barang, jasa, dan modal di antara negara-negara ASEAN.
Belum lagi kita akan menghadapi kebijakan normalisasi stimulus di Amerika Serikat yang dapat memengaruhi stabilitas ekonomi domestik kita. Persaingan dunia usaha dengan negara-negara ASEAN juga makin meningkat. Bahkan sebelum pemberlakuan MEA pun kita sudah merasakan serbuan arus barang dan modal yang luar biasa besar dari negara-negara tersebut.
Oleh sebab itu, presiden terpilih Jokowi sebaiknya tetap konsentrasi dan fokus pada masalah ekonomi dan sosial, yang menjadi tren kebijakan negara di dunia dewasa ini. Kinerja kabinet yang konsisten pada kesejahteraan rakyat dengan fokus menjaga kesehatan ekonomi. Apalagi, sejak berakhirnya Perang Dingin, legitimasi ekonomi sebagai faktor yang dominan untuk kestabilan suatu negara.
Bagi negeri dengan lebih dari 250 juta jiwa ini, pembangunan ekonomi dan social menjadi kunci. Jokowi harus sadar bahwa dahulu, para politikus dianggap menyelamatkan dunia. Tapi, di era globalisasi dewasa ini, justru pejabat publik di bidang ekonomi sebagai pengambil kebijakan yang paling berperan dalam menstabilkan jalannya pemerintahan.
Pengalaman membuktikan, terjadinya reformasi drastis di suatu negara, termasuk di Indonesia 1997/1998, diawali dengan krisis ekonomi sehingga rezim Orde Baru runtuh. Setelah itu, menjalar ke sektor politik. Reformasi sampai hari ini masih merasakan sakitnya akibat ekses dari krisis multi dimensional 1997/1998 itu.
Oleh sebab itu, Presiden terpilih Joko Widodo sebaiknya jangan mau terjebak pada masalah politik yang tidak substansional, tapi lebih fokus pada pembangunan ekonomi dan sosial sesuai Trisakti Bung Karno dan Revolusi Mental yang digaungkannya, untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan ketahanan nasional kita.
Kepemimpinan baru harus membawa harapan baru. Agar Indonesia menjadi lebih baik dan tidak dipandang rendah dan hina oleh masyarakat internasional.





Referensi :



Tidak ada komentar:

Posting Komentar