Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) membuat kejutan dengan menjadikan Kepala Lembaga
Pendidikan Polri (Kalemdikpol) Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai
tersangka. Langkah KPK itu membuat geger karena fokus perhatian publik saat ini
memang sedang mengarah ke Komjen Budi, calon tunggal Kapolri yang diajukan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke DPR untuk menjalani proses uji kepatutan dan
kelayakan.
Ketua
KPK Abraham Samad menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka kasus
rekening gendut. KPK menjerat Budi atas kasus kepemilikan rekening yang
mencurigakan saat menduduki jabatan kepala Biro Pembinaan Karier Polri. Ketua
KPK mengatakan, pihaknya telah melakukan penyelidikan kasus itu sejak Juli
2014. Budi diduga melanggar Pasal 12a atau b, Pasal 5 Ayat (2), Pasal 11, atau
Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Penetapan
Komjen Budi sebagai tersangka tepat satu hari sebelum Komisi III DPR hendak
melakukan uji kepatutan dan kelayakan calon Kapolri. Sosok Budi memang
kontroversial. Isu rekening gendut miliknya dan beberapa petinggi Polri lain
memang bukan isu baru. Samad juga mengakui kalau KPK memberi tanda merah untuk
Budi saat Presiden Jokowi hendak menunjuk calon menteri.
Terkait
isu rekening gendut, pihak Mabes Polri telah menyatakan kalau Komjen Budi tidak
terindikasi melakukan tindak pidana. Kadiv Humas Polri Irjen Ronny Sompie
mengatakan, pada 2010 pihaknya menerima hasil analisis Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK) terkait rekening gendut. Laporan itu sudah
ditindaklanjuti dan hasilnya diserahkan kembali ke PPATK. Menurut Ronny, tidak
ada hal yang perlu ditindaklanjuti melalui proses hukum, karena tidak ada
pidana yang berkaitan dengan transaksi mencurigakan.
Meski
kontroversial, banyak kalangan menilai Komjen Budi Gunawan layak memimpin
Polri. Kalangan pengamat menilai kalau Budi akan melenggang mulus dalam proses
uji kepatutan dan kelayakan di DPR. Namun, keterangan pers KPK terkait status
hukum Budi mengubah semuanya.
Langkah
KPK yang terkesan mendadak itu pun menimbulkan tanda tanya. Momentum penetapan
Komjen Budi sebagai tersangka yang hanya empat hari setelah Presiden Jokowi
mengajukan nama Komjen Budi sebagai calon tunggal Kapolri dinilai tidak tepat.
Hal itu menimbulkan prasangka bahwa penetapan status tersangka itu bermotif
politik.
Kita
tentu berharap agar kasus yang menimpa Komjen Budi ini murni sebagai persoalan
hukum dan tidak ada sangkut paut dengan persoalan politik atau bahkan
persaingan di internal Polri. Untuk itu, KPK harus lebih serius dalam
menuntaskan kasus yang menimpa Komjen Budi. Sebab, publik melihat saat ini
banyak kasus yang ditangani KPK dan terkesan masih jalan di tempat.
Contohnya,
pada Mei 2014 KPK menetapkan mantan Menteri Agama Suryadharma Ali sebagai
tersangka terkait penyelenggaraan haji di Kementerian Agama. Delapan bulan
setelah penetapan tersangka itu tidak ada kejelasan tentang nasib Suryadharma
Ali.
Masih
pada Mei 2014, KPK juga menetapkan politisi Partai Demokrat Sutan Bhatoegana
sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait dengan perubahan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di Kementerian ESDM tahun 2013. Hingga
kini kasus yang menimpa Sutan itu juga belum ada kemajuan berarti.
Kita
berharap agar KPK terus memberi penjelasan ke publik terkait kasus yang menimpa
Komjen Budi ini agar tidak ada kabar miring yang menimpa lembaga antikorupsi
itu. Dalam kasus ini, kita berharap agar hukum yang menjadi panglima, bukan
kepentingan politik.
Publik
berharap agar penetapan tersangka terhadap Komjen Budi tidak berlanjut menjadi
perseteruan antara institusi KPK dan Polri atau yang dikenal publik sebagai
perseteruan “cicak vs buaya”. Perseteruan seperti itu justru akan merugikan
penegakan hukum di Indonesia, terutama dalam pemberantasan korupsi. KPK dan
Polri serta Kejaksaan Agung seharusnya bisa meningkatkan sinergitas agar hukum
benar-benar menjadi panglima di negeri ini.
Di sisi lain, kasus Komjen Budi juga harus menjadi pelajaran
dalam mencari sosok pejabat publik. Rekam jejak calon pejabat negara, terutama
di institusi yang terkait dengan penegakan hukum, harus benar-benar ditelusuri.
Rekam jejak calon pejabat di lingkungan penegakan hukum sangat penting agar penegakan hukum bisa berjalan dengan baik. Ibaratnya, membersihkan ruangan dari sampah dan kotoran lainnya harus menggunakan sapu yang bersih.
Rekam jejak calon pejabat di lingkungan penegakan hukum sangat penting agar penegakan hukum bisa berjalan dengan baik. Ibaratnya, membersihkan ruangan dari sampah dan kotoran lainnya harus menggunakan sapu yang bersih.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar