Pengangkatan black
box Adam Air
Setelah serpihan pesawat AirAsia ditemukan, tahap pencarian
selanjutnya adalah mencari black box, yang bisa menjadi kunci penyebab AirAsia
jatuh ke laut. Laut Jawa, tempat ditemukannya serpihan-serpihan itu, berkedalaman
25-30 meter.
Maka, selain melibatkan penyelam, alat-alat canggih juga
dilibatkan seperti ini:
Pinger Detecor
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) berusaha
mencari tahu keberadaan black box pesawat AirAsia QZ8501. Alat yang digunakan
berupa 6 buah Pinger Detection.
Pada Selasa (30/12/2014) malam Kepala KNKT Tatang Kurniadi
mengatakan 6 Pinger Detector yang akan dipakai untuk mencari sinyal emergency
yang menempel di blackbox (kotak hitam).
Alat emergency yang dimaksud Tatang adalah Underwater Locator Beacon (ULB) yang menempel di black box yang mengeluarkan sinyal darurat. Pinger detector selanjutnya akan mendeteksi bunyi tersebut. Bisa mendeteksi suara hingga 200 meter.
Enam alat Pinger Detector yang akan digunakan merupakan milik KNKT, KNKT Singapura dan KNKT Inggris. Rencananya, tim pencari blackbox ini akan mulai bergerak dari Tanjung Pandan sekitar pukul 06.00 WIB.
Remote Operator
Vehicle (ROV)
Bila lokasi black box sudah diketemukan, maka robot yang
disebut Remote Operated Vehicle (ROV) akan digunakan. Alat ini akan mengangkat
benda-benda dalam laut yang dalam.
ROV digunakan untuk banyak hal di dalam air, beberapa di antaranya untuk kepentingan eksplorasi minyak lepas pantai, termasuk perakitan pipa, elektronik, dan konstruksi.
ROV ini juga digunakan untuk mengangkat black box Adam Air di perairan Majene Sulbar dari kedalaman laut 2.000 meter. ROV yang digunakan untuk mengangkat AdamAir saat itu adalah jenis ROV Remora yang bisa menjelajah hingga kedalaman 6 ribu meter.
Yang akan membawa ROV dalam SAR AirAsia adalah tim survei yang beranggotakan Ikatan Surveyor Indonesia dan Asosiasi Kontraktor Survey Laut Indonesia membawa sejumlah peralatan canggih yang biasa digunakan untuk pemetaan bawah laut.
Ketua Ikatan Alumni Geodesi ITB yang tergabung dalam tim survei, Henky Suharto, di pelabuhan Tanjung Priok, Rabu (31/12/2014) mengatakan mereka akan mencari objek dengan sonar, setelah itu akan membuat peta dalam bentuk 3D setelah itu ROV akan diturunkan untuk mengambil gambar visual dan foto.
Multibeam Echosounder
Multibeam echosounder, menurut situs National Oceanic and
Atmospheric Administration (NOAA), alat ini digunakan untuk survei di laut
dalam, menentukan letak kedalaman benda seperti bangkai kapal, penghalang, dan
objek-objek lainnya.
Alat ini juga akan dibawa tim survei dari Ikatan Surveyor Indonesia dan Asosiasi Kontraktor Survey Laut Indonesia.
Alat ini, seperti sistem sonar lainnya, memancarkan gelombang suara dalam bentuk kipas yang dari langsung di bawah lambung kapal. Sistem ini mengukur dan mencatat waktu yang dibutuhkan sinyal akustik dari transmitter atau pemancar ke dasar laut atau objek dan kembali lagi. Dari pergerakan sinyal akustik itu, bisa diketahui jarak kedalaman benda.
Dengan cara ini alat ini menghasilkan cakupan area luas survei. Cakupan area di dasar laut tergantung pada kedalaman air, biasanya dua sampai empat kali kedalaman air.
Side Scan Sonar
Tim dari Ikatan Surveyor Indonesia dan Asosiasi Kontraktor
Survey Laut Indonesia juga akan membawa side scan sonar. Side scan sonar adalah
sistem khusus untuk mendeteksi benda-benda di dasar laut. Kebanyakan sistem
pemindaian samping tidak dapat memberikan informasi mendalam.
Seperti sonar lainnya, side scan sonar ini memancarkan energi suara dan menganalisa sinyal kembali (echo/gaung) yang kembali dari dasar laut atau benda lainnya. Side scan sonar biasanya terdiri dari tiga komponen dasar: towfish, kabel transmisi, dan unit pengolahan.
Submersible Vehicle
Badan Search and Rescue Nasional (Basarnas) menyatakan butuh
suatu alat bernama submersible vehicle untuk mengevakuasi pesawat AirAsia
bernomor penerbangan QZ 8501. Tapi Indonesia tak punya alat itu dan harus
meminjamnya dari mancanegara. Apa sebenarnya submersible vehicle itu?
Submersible vehicle bila diterjemahkan tentu saja berarti kendaraan selam. Namun bukan berarti ini sama dengan kapal selam. Bila diperhatikan, submersible vehicle terlihat lebih ringkas secara ukuran. Dikutip dari berbagai sumber, submersible vehicle merupakan kendaraan kecil yang didesain untuk menjangkau kedalaman lautan, bahkan hingga kedalaman bertekanan tinggi yang tak mungkin manusia bisa berada pada titik kedalaman itu.
Submersible vehicle tak bisa beroperasi sendiri layaknya kapal selam, melainkan butuh 'kapal induk' yang berada di atas permukaan air. Kendaraan yang tidak sepenuhnya otonom ini masih membutuhkan dukungan dari kapal di permukaan laut, mereka dihubungkan oleh semacam tali atau saluran.
Submersible hanya memuat sedikit awak dengan ruang yang sempit. Kendaraan ini dirancang sedemikian rupa untuk tahan terhadap tekanan air yang tinggi di kedalaman laut. Ada pula sejenis submersible yang dinamakan marine remotely operated vehicles (MROV) yang tak menggunakan awak.
Namun demikian, submersible jenis apa yang bakal digunakan untuk mengevakuasi AirAsia? Pihak Basarnas belum jelas betul menjelaskannya. Hanya saja, submersible itu bukan ROV yang tak berawak.
Kepala Humas Basarnas Dianta Bangun di Kantor Basarnas,
Kemayoran, Jakarta pada hari Senin (29/12) mengatakan bahwa mereka masih belum
bisa bicara lebih jauh, karena ini masih meminta bantuan. Sekarang masih focus untuk
pencarian. Submersible vehicle itu untuk evakuasi dan jika nanti sudah ketemu
lokasinya dan ketemu kedalamannya, baru submersible dibutuhkan. Submersible ini
biasanya ada awaknya, dan awaknya mengoperasikan.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar