Sabtu, 17 Januari 2015

# Tugas 16 : Pro-Kontra Low Cost Carrier (LCC) di Indonesia


Kecelakaan pesawat Air Asia QZ8501 baru-baru ini berbuntut panjang. Tidak hanya mengenai permasalahan teknis, ranah regulasi dan kebijakan pun akhirnya terusik. Adalah Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan, yang menjadi aktor utama.

Ujung pangkalnya ialah tanda tangan sang menteri pada peraturan Menhub yang mengatur kebijakan tarif batas bawah penerbangan, yakni minimal 40 persen dari tarif batas atas. Efeknya, regulasi terkait pengaturan tarif batas bawah ini akan membuat maskapai penerbangan berbiaya rendah (low cost carrier/LCC) tidak dapat lagi menjual tiket sangat murah sebagai bagian dari program pemasaran.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) secara resmi menaikkan tarif batas bawah untuk tiket penerbangan. Dengan kata lain, mulai sekarang tidak ada lagi tiket penerbangan murah.

Ketetapan tarif baru ini tercantum dalam Peraturan Menteri Perhubungan nomor 91 Tahun 2014. Aturan tarif baru ini hanya berlaku untuk penerbangan dalam negeri. Aturan ini sudah ditandatangani Menteri Perhubungan Ignasius Jonan pada 30 Desember 2014.

Kemenhub menaikkan tarif batas bawah penerbangan dari 30 persen menjadi 40 persen. Maka dari itu, masyarakat dipastikan tak lagi bisa mendapatkan tiket pesawat harga promosi di bawah Rp 500.000.

Jonan beralasan diaturnya tarif pesawat, khususnya maskapai penerbangan murah, agar tidak terjadi persaingan yang memicu maskapai berlomba-lomba menambah slot penerbangan di luar izin yang diberikan.

Selain itu, Jonan tak habis pikir dengan harga tiket kereta api hampir sama dengan harga tiket pesawat. Jonan mengatakan harga tiket kereta api eksekutif saja justru untungnya hampir tidak ada, apalagi pesawat.

Jonan sangat yakin maskapai penerbangan yang menjual tiket murah, mengalami kerugian. "Coba tanya AirAsia dan Garuda, rugi gak operasinya selama ini? Kalau rugi terus, bahaya. Kalau tutup mendingan kan. Kalau jalan terus, kan pasti banyak yang dikorbankan," ujar Jonan.

Dengan mengalami rugi itu, kata Jonan, tidak mungkin maskapai-maskapai itu akan menombok terus keuangannya. Hal seperti inilah yang menurut Jonan tidak sehat dalam industri penerbangan. Jonan curiga adanya 'kompensasi' lain agar maskapai tidak mengalami kerugian, yakni bisa saja dengan pengurangan di dalam maintenancenya.

Keputusan Jonan ini sontak menimbulkan banyak penolakan. Namun, tak sedikit pula yang mendukung mantan bos KAI ini.

Berikut pro dan kontra dari kebijakan ini.

1.Kenaikan tarif batas bawah tak signifikan

Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil mendukung penaikan tarif batas bawah penerbangan menjadi 40 persen dari sebelumnya 30 persen. Besaran itu dinilai masih terjangkau untuk masyarakat.

Ia mengatakan bahwa penaikan biaya tiket pesawat tidak terlalu signifikan.
Atas dasar itu, dia optimistis penaikan tarif itu tak bakal mengancam industri pariwisata di Tanah Air.

2.Putusan Jonan buat investor lebih percaya pada industri penerbangan

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebut karut marutnya industri penerbangan Tanah Air tak membuat sektor ini kehilangan daya tariknya di mata investor. Sikap tegas Kemenhub justru dianggap membuat perusahaan maskapai penerbangan akan lebih patuh.

Hal tersebut diungkapkan Kepala BKPM Franky Sibarani di Jakarta. Dia memprediksi bakal terjadi pertambahan kinerja investasi di sektor penerbangan Indonesia.

"Saya kira dengan ditertibkan, investasi penerbangan jadi lebih menarik. Dengan yang ada sebetulnya terjadi perubahan eskalasi," kata Franky.

Franky mengklaim, selama tahun lalu, investasi di dunia penerbangan Indonesia tergolong bagus. Maka itu, dia menyebut ke depannya persaingan antar maskapai bakal lebih sehat.

"Mereka yang tidak mampu pasti akan rontok. Yang kompeten dan mampu, akan survive," terangnya.

3.Penerbangan murah terbukti hidupkan kinerja pariwisata negeri


Maskapai penerbangan murah (LCC) sudah menjadi tren dunia sejak lama. Meski terlambat berkembang di Indonesia, namun penerbangan murah telah berkontribusi signifikan terhadap kemajuan industri pariwisata Tanah Air.

Hal tersebut diungkapkan mantan Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta Nirwandar, di Jakarta, Sabtu (10/1)

Atas dasar itu, Sapta mengkritik keputusan pemerintah membenahi industri penerbangan dengan cara menaikkan tarif batas bawah penerbangan.

" Tiket murah itu lebih pada efisiensi," katanya. "Misal LCC memberikan pilihan untuk fasilitas seperti bagasi yang minim jika ingin lebih ada tambahan biaya, tanpa makanan, tidak ada pilihan tempat duduk. Ini berbeda dengan pesawat servis yang semuanya sudah termasuk di dalam harga tiket".


4.Terbang murah bukan berarti pelayanan keselamatan minim


Langkah Ignasius Jonan itu banyak memicu reaksi keras dari banyak kalangan, salah satunya para backpacker atau budget traveler. Terlebih mereka adalah salah satu pemburu tiket penerbangan murah.

"Emang yakin kalau enggak murah selamat? Yang penting sistemnya," ucap Ook menggebu-gebu kepada merdeka.com, Jakarta.

Begitu juga dengan Deffa yang aktif di dalam Komunitas Jalan-Jalan Indonesia, "Saya tidak setuju sih, karena alasan yang diberikan Menteri Jonan tidak relevan. Mahal tidak berarti selamat juga," cetus dia.

Kebijakan kontroversial ini pun mau tak mau memaksa para backpacker untuk memikirkan ulang perjalanan mereka. "Salah satu motto backpaker kan dengan biaya seminimal mungkin mendapatkan pengalaman yang semaksimal mungkin," tambah Ook.

Kendati demikian, mereka tetap menginginkan harga penerbangan murah dengan standar keselamatan nomor satu. Apalagi selama ini mereka meyakini harga murah pesawat bukan karena perusahaan maskapai tidak acuh terhadap keselamatan penumpang. Mereka menganggap maskapai penerbangan hanya menekan biaya pelayanan sehingga harga tiket menjadi murah.

5.Penerbangan murah dituding kerap curangi konsumen



Ketua Association of The Indonesian Tours and Travel (ASITA), Asnawi Bahar tidak bisa menyembunyikan kekesalannya pada maskapai penerbangan murah atau Low Cost Carrier (LCC) di Indonesia. Asosiasi travel mengaku kerap dibuat kesulitan karena kebijakan maskapai.

Salah satu kekesalan Asnawi soal ketidakjelasan pajak tiket ketika dilakukan pembatalan. Dia menuturkan, jika terbang dengan penerbangan murah dan melakukan pembatalan, maka tiket dinyatakan hangus. Padahal dalam tiket itu, penumpang sudah membayar pajak.

"Penerbangan murah perlu jujur. Penumpang sudah beli tiket, sudah bayar pajak dan sebagainya. Kalau batal, pajak itu kemana? dan itu tidak dikembalikan, tidak ada penjelasan," ucap Asnawi ketika dihubungi merdeka.com di Jakarta.

Dia menyebutkan, potensi pajak yang tidak jelas penyalurannya itu cukup besar. Mengingat jumlah penumpang yang membatalkan penerbangan juga banyak. "Ada banyak penumpang, berapa coba duitnya. Pajaknya kemana. Harusnya dikembalikan," katanya.




Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar