Jumat, 26 April 2013

Ilmuwan Indonesia yang Terlupakan



Joe Hin Tjio



Joe Hin Tjio adalah seorang ilmuwan genetika kelahiran Indonesia, yang menemukan bahwa kromosom manusia berjumlah 23 pasang. Tjio yang dilahirkan di Pulau Jawa pada 2 November 1919, lebih sering dikenal sebagai ahli sitogenetika Amerika karena selama 23 tahun terakhir hidupnya dihabiskan di Institut Kesehatan Nasional (National Institute of Health), Amerika Serikat

Latar Belakang
Tjio dilahirkan dari keluarga keturunan Cina pada zaman pendudukan Hindia Belanda. Tjio kecil sering membantu ayahnya yang berprofesi sebagai fotografer dengan mencetak foto di dalam ruang gelap. Dia menuntut ilmu di sekolah penjajahan Belanda yang mengharuskannya untuk mempelajari bahasa PerancisJermanInggris, dan Belanda, selain bahasa nasionalnya, yaitu Indonesia. Saat melanjutkan pendidikannya di Sekolah Ilmu Pertanian, Bogor, Tjio mendalami bidang pertanian (agronomi)dan memusatkan penelitiannya pada pengembangan tanaman hibrida yang tahan terhadap penyakit.

Ketika terjadi Perang Dunia II di tahun 1942, Tjio dipenjara selama 3 tahun oleh kolonial Jepang yang ketika itu berkuasa di Indonesia. Tjio mendekam di kamp konsentrasi dan disiksa akibat memberikan bantuan medis kepada penduduk yang membutuhkan. Setelah perang usai, dia berlayar menggunakan perahu Palang Merah yang diperuntukkan bagi pengungsi untuk berlayar ke Belanda. Negara tersebut menyediakan beasiswa untuknya di Eropa. Pada 3 bulan pertama, Tjio mendapatkan bantuan dari kerabat teman-teman yang pernah ditolongnya di penjara dan kemudian, dia dapat melanjutkan pekerjaannya di bidang pemuliaan tanaman (plant breeding) di kota Royal Danish Academy, Copenhagen selama 6 bulan. Sejak tahun 1948-1959, Tjio mendapatkan kesempatan dari pemerintah Spanyol untuk bekerja pada program pengembangan tanaman mereka. Dia mengepalai penelitian sitogenetika di Zaragoza dan pada setiap masa liburan, Tjio pergi ke Universitas LundSwedia, di mana ia memulai kerjasama untuk mempelajari jaringan sel mamalia dengan Institute of Genetics yang dikepalai Albert Levan.
Di Universitas Lund inilah, Tjio bertemu dengan Inga Bjorg Arna Bildsfell, seorang ilmuwan di bidang botani dan geologi yang sedang menempuh pendidikan doktoralnya di univesitas yang sama. Pada tahun 1948, dia menikah dengan Inga dan memiliki seorang anak laki-laki bernama Yu-Hin Tjio. 


Penemuan 23 kromosom manusia












Pada tahun 1921, Theophilus Painter secara tidak sengaja menemukan cara untuk mengamati dan menghitung jumlah kromosom pada manusia. Dia mengamati sel testis dari dua pria kulit hitam yang meminta dikebiri dengan cara membuat sayatan tipis dan diproses dengan larutan kimia. Setelah diamati di bawah mikroskop, Painter menemukan adanya serabut-serabut kusut yang ternyata adalah kromosom tak berpasangan pada sel testis dan jumlahnya 24 pasang. Selama hampir 30 tahun, para ilmuwan menyakini temuan tersebut dan mereka juga melakukan penghitungan dengan cara lain yang juga mendapatkan hasil 24 pasang kromosom manusia.

Pada 22 Desember 1955, Joe menghasilkan suatu penemuan secara kebetulan ketika dia sedang memisahkan kromosom dari inti sel (nukleus)sejumlah sel. Dia mencoba mengembangkan suatu teknik untuk memisahkan kromosom di preparat (slide) kaca. Ketika preparat tersebut diamati di bawah mikroskop, dia menemukan hasil yang mengejutkan, yaitu terdapat 46 kromosom (23 pasang) pada jaringan embrionik paru-paru manusia. Joe kemudian menuliskan temuannya dalam Scandinavian journal Hereditas, pada 26 January 1956. Di masa itu, merupakan suatu kewajiban di Eropa untuk menuliskan nama kepala lab sebagai penulis utama sebagai pengakuan/penghormatan atas bimbingan dan dukungan yang diberikan lab tersebut, namun Tjio menolak untuk melakukannya. Dia mengancam akan membuang karyanya bila tidak ditempatkan sebagai penulis utama pada jurnal temuan tersebut hingga akhirnya nama Tjio tercantum sebagai penulis utama (first author), sedangkan Albert Levan sebagai penulis pendamping (co-author).

Teknik yang dikembangkannya untuk pengamatan kromosom pada manusia merupakan salah satu temuan besar di bidang sitogenetika (cabang ilmu genetika yang mempelajari hubungan antara hereditas dengan variasi dan struktur kromosom). Tjio membantu pengembangan sitogenetika menjadi salah satu bidang penting dalam bidang medis di tahun 1959 seiring dengan penemuan kromosom tambahan pada penderita sindrom down yang menghasilkan. Dia menunjukkan bahwa ada kaitan antara kromosom abnormal dengan penyakit tertentu.


Karir
Setelah penemuannya mengenai jumlah tepat kromosom manusia, Tjio sering mendapatkan undangan untuk mengajar atau membawakan seminar. Pada kongres internasional mengenai genetika manusia (International Human Genetics Congress) di Copenhagen tahun 1956, Tjio mendapatkan tawaran untuk pindah dan bekerja di Amerika Serikat dari Herman Muller, peraih Nobel di bidang genetika dan profesor di Universitas Indiana. Awalnya, Tjio sempat menolak sebelum pada akhirnya ia menyetujui untuk mengembangkan penelitiannya di Universitas Colorado pada tahun 1957. Beberapa saat kemudia, dia bergabung dengan Institut Nasional Artritis dan Laboratorium Penelitian Patologi terhadap Penyakit Metabolik di Bethesda, Maryland - Amerika Serikat. Bersama dengan Institut Kesehatan Nasional Amerika (National Institutes for Health), Tjio mengembangkan penelitiannya mengenai kromosom dan mempelajari lebih dalam kaitannya dengan leukimia dan keterbelakangan (retardasi) mental.

Pada 6 Desember 1962, Tjio menerima International Prize Award winner dari yayasan Joseph P. Kennedy, Jr. yang diberikan secara langsung oleh Presiden AS saat itu, John F. Kennedy untuk karyanya dalam bidang keterbelakangan mental. Pada Februari 1992, Tjio pensiun dengan status sebagai ilmuwan emeritus. Pada usianya yang ke-78 (1997), Tjio berpindah dari tempat tinggalnya di dekat NIH ke Asbury Methodist Village, suatu kompleks pensiunan di daerah Gaithersburg, Maryland. Hingga pada 27 November 2001, Tjio meninggal pada usia 92 tahun.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar